Pada
tulisan ini, terdapat upaya untuk meneliti munculnya inisiatif pariwisata
propoor dalam konteks luas dari studi pembangunan, dan mempertanyakan apakah PPT
dapat menjadi alat pembangunan. Kesimpulannya adalah masih jauh bila
mengharapkan PPT, apalagi bila dianggap tidak antikapitalis atau memusuhi
pariwisata utama, di mana hal itu bergantung pada metode dalam memandang orang
miskin. Memang, dengan memasukkan kriteria nonekonomi ke dalam definisi
kemiskinan, kita akan kembali ke perdebatan pembangunan tahun 1970-an dan
1980-an.
Kritik
PPT hanya berfokus pada beberapa isu konseptual dan substantif, dan terdapat
upaya dalam makalah ini untuk mempertimbangkan sejauh mana mereka memiliki validitas,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Singkatnya, kritikus berpendapat bahwa
PPT masih didasarkan pada status quo kapitalisme yang ada, bahkan secara moral
sembarangan dan secara teoritis tidak tepat, dan bahwa praktisi secara akademis
masih memarjinalkan kelompok itu. Kritik lebih substantif meliputi tuduhan
sempitnya manfaat diberikan kepada orang miskin, dan bahkan menunjukkan kaitan
yang jelas antara pengentasan PPT dan kemiskinan, dan para kritikus juga
menunjukkan kegagalan yang sama pada distribusi manfaat yang adil atau untuk
membuat setiap usaha untuk mengubah sistem secara keseluruhan. Bahkan PPT
cenderung mengabaikan peran penting dari pasar dan gagal untuk mempertimbangkan
kelangsungan hidup komersial dan, akhirnya, bahwa penganutnya mengabaikan “masalah”
dan fitur PPT yang ada dan potensi massal pariwisata.
Sejauh
mana kritik tersebut valid telah dibahas di diatas. Kritik tersebut berfokus
pada kekurangan teoritis PPT , dikarenakan PPT tidak membuat kontribusi dan bekerja
dalam konteks kapitalisme internasional dan prakarsa tersebut membawa sedikit
manfaat kepada anggota komunitas termiskin.
Pertanyaan
utama yang ada adalah seberapa jauh pariwisata propoor dapat dianggap menjadi
pendekatan atau metode standar untuk pengumpulan data dan analisis oleh para
praktisi dimana mereka harus menilai hubungan aktual dan / atau masa depan
pengentasan kemiskinan dan pariwisata sehingga dapat memperbaiki nasib individu
atau kolektif “orang miskin” (dalam arti luas). Pada saat yang sama, bagaimana
agar PPT bisa digambarkan sebagai gerakan, kelompok penekan baru jadi, yang
secara konsisten menjalankan risiko dibajak oleh kelompok lain.
Apakah
ini berarti bahwa PPT tidak memiliki masa depan? Dan apakah perspektif atau
orientasi itu harus ditinggalkan? Jawaban untuk kedua pertanyaan adalah
negatif. Praktisi PPT sungguh efektif dalam menyampaikan pesan mereka dan
meningkatkan fokus pada kemiskinan. Dalam berkonsentrasi pada ide moral berupa keuntungan
bersih dari pariwisata untuk orang miskin, mereka tampaknya telah memotong
banyak perdebatan pembangunan dan telah menarik banyak pihak seperti LSM
internasional, bantuan nasional dan lembaga internasional, dengan para pejabat
telah sering memasukkan PPT dalam misi mereka sendiri. Fakta bahwa mereka tetap
akademis dan marjinal secara komersial adalah sebagian dikarenakan kurangnya
dana.
Disarankan
sini bahwa jalan ke depan bagi para pendukung PPT adalah menjadi bagian dari
mainstream akademik, untuk terlibat dengan komunitas akademis, khususnya mereka
yang terlibat dalam studi pembangunan, untuk mengirimkan karya mereka untuk
pengawasan akademik kritis, dan untuk berpartisipasi dalam perdebatan besar .
Tidak ada masa depan bila kalangan akademik memarjinalkannya. Sebagai
imbalannya, penganut PPT, perlu mendesak untuk membawa perubahan langsung dan
terukur, untuk menghidupkan kembali dalam studi pariwisata dimensi moral yang
ada pada 1970-an dan 1980-an meski seringkali ditenggelamkan oleh
bermacam-macam teorisasi.
Asosiasi seperti itu juga memungkinkan
orang-orang di komunitas akademik mengangkat pariwisata sebagai alat
pengembangan untuk mencari asosiasi yang lebih erat dengan badan-badan pembangunan
nasional dan internasional, dan dengan pariwisata internasional. Meskipun akan
memakan waktu, tapi ada masa depan dalam mencari tambahan dana hibah kecil dan
melihat dampak ekologis pada komunitas kecil. Pariwisata internasional adalah
bisnis besar, dampaknya besar dan demikian juga, bisa dibilang, memiliki kontribusi
besar untuk pengentasan kemiskinan. Dan mereka bisa lebih besar.
Lalu
bagaimana dengan alternatifnya? PPT bisa dibiarkan berada pinggiran akademik
dan komersial pariwisata, sementara praktisi aktif terus menjadi konsultan
menguntungkan (dan pasti berguna). Namun, dalam keadaan seperti itu, efek
praktis mereka akan minimal dan, sangat mungkin, boros finansial. Ketika
melihat pariwisata dan kontribusi tersebut, tidak ada perbaikan cepat, mudah
dan tidak ada moral yang dapat berhasil dengan cepat. Banyak pengamat, pemangku
kepentingan agar menghasilkan pendekatan yang seimbang untuk pengembangan
pariwisata dalam berbagai bentuknya, yang dapat diartikulasikan, dan memberikan
manfaat. Inilah dasar “penelitian tindakan”, yang ditargetkan oleh perumusan
kebijakan. Dengan demikian, masa depan tidak terbentuk hanya oleh logika
ataupun fundamentalisme.
BERSAMBUNG KLIK DISINI